Pasang Iklan Gratis

Pemerintah Terus Berupaya Lindungi Pekerja Yang Alami PHK

 Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Maliki menyampaikan pemerintah terus berupaya memberikan kepastian pelindungan lebih luas bagi pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Untuk merespons tantangan perekonomian global saat ini, pemerintah terus mengupayakan untuk memberikan kepastian pelindungan yang lebih luas bagi pekerja/buruh ter-PHK,” katanya, di Jakarta

Sejak tahun 2022, pemerintah disebut hadir untuk memberikan perlindungan sosial kepada pekerja yang mengalami PHK melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Program tersebut memberikan manfaat berupa uang tunai, akses pelatihan kerja, dan layanan informasi pasar kerja bagi pekerja/buruh yang terdampak PHK.

Pada awal tahun 2025, kata dia pula, pemerintah telah menetapkan peraturan perubahan penyelenggaraan program JKP yang mencakup penyesuaian syarat kepesertaan JKP, penyesuaian syarat penerima manfaat JKP, dan peningkatan manfaat uang tunai melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Perubahan atas PP 37/2021 tentang Penyelenggaraan Program JKP.

“Sumber dana program JKP tidak membebankan kontribusi iuran dari pekerja/buruh, murni hanya bersumber dari iuran yang dibayarkan oleh pemerintah sebesar 0,22 persen dari upah sebulan (batas atas upah Rp5 juta) dan rekomposisi dari Program JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) sebesar 0,14 persen,” kata Maliki.

Melalui program JKP, pekerja/buruh yang mengalami PHK dinyatakan mendapatkan manfaat uang tunai sebesar 60 persen dari upah dengan batas atas upah Rp5 juta dalam jangka waktu paling lama 6 bulan.

Lebih lanjut, program JKP diperuntukkan bagi pekerja/buruh Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dengan dua kriteria.

Pertama adalah pekerja/buruh pada usaha besar dan menengah yang ikut serta dalam program JKK, Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian (JKM), serta terdaftar dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Kedua, yaitu pekerja/buruh pada usaha mikro dan kecil yang ikut serta sekurang-kurangnya dalam program JKK, JHT dan JKM, serta terdaftar dalam program JKN.

Belakangan ini marak terjadi kasus PHK, karena adanya perlambatan ekonomi yang membuat penjualan produk barang dan jasa menurun, serta persaingan dalam perdagangan internasional, khususnya tekstil dan produk tekstil.

Menurut dia, banyak terjadi PHK di industri padat karya tekstil dan produk tekstil mulai tahun lalu disebabkan beberapa faktor.

Untuk faktor internal, penggunaan mesin pada beberapa pabrik tekstil disebut sudah berusia lebih dari 20 tahun dengan produktivitas dan harga produk yang kalah bersaing dibandingkan produk dari negara China. Meskipun dikenakan tarif, produk China masih lebih murah dibandingkan produk Indonesia.

Terkait faktor eksternal, PHK disebabkan adanya marketplace yang memudahkan pembelian online untuk produk yang diimpor dari luar negeri tanpa kena pajak, terjadi impor ilegal dan lemahnya penegakan hukum, dan berkembangnya thrifting atau pembelian produk bekas berpengaruh pada menurunnya pembelian produk pakaian baru.

Maliki menganggap alasan PHK di awal tahun 2025 didominasi oleh berhentinya operasional perusahaan karena pailit dengan total 13.204 kasus, kondisi keuangan yang menurun karena beban upah terlalu tinggi sebanyak 4.461 kasus, serta penyebab lain seperti relokasi pabrik ke wilayah atau negara lain yang lebih kompetitif.

“Angka PHK terbilang cukup mengkhawatirkan. Investasi padat karya di sektor tekstil dan produk tekstil diperlukan untuk meredam dampak PHK di wilayah dengan kasus PHK tinggi,” ujar dia lagi.

Karena itu, di dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, pemerintah telah menetapkan kegiatan prioritas untuk menciptakan iklim ketenagakerjaan yang kondusif.

Khusus mengenai PHK, pemerintah dinyatakan sudah mendorong beberapa prioritas nasional, seperti penguatan keahlian mediasi perselisihan hubungan industrial, pembinaan tenaga kerja agar terampil berdialog dalam membangun kerja sama di perusahaan, peningkatan kapasitas mediator hubungan industrial, serta penguatan sosialisasi Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

“Seluruh prioritas tersebut diupayakan untuk mencegah terjadinya PHK, serta memastikan hak-hak pekerja terpenuhi apabila hingga terjadi PHK,” kata Maliki.

Pemerintah turut memprioritaskan para pekerja yang menjadi korban PHK untuk dapat kembali bekerja dan memperoleh peningkatan keterampilan melalui pelatihan vokasi.

Melalui sistem informasi pasar kerja (SIAPKerja) Kementerian Ketenagakerjaan, seluruh pekerja dan pencari kerja, termasuk yang mengalami PHK, dikatakan dapat memperoleh pelatihan untuk peningkatan keterampilan, memperoleh informasi lowongan kerja, konsultasi karir, dan penempatan kerja yang didukung oleh Dinas Tenaga Kerja di tingkat provinsi maupun daerah.

“Selain itu, kebijakan untuk penyederhanaan sistem perizinan menjadi salah satu upaya untuk menarik investor baru,” ujar Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas itu pula.

0 Response to "Pemerintah Terus Berupaya Lindungi Pekerja Yang Alami PHK"

Posting Komentar